How to Deal with Our Emotion? Chaos vs Stress
Penulis: Fadhila Alfatiharenzi (HMF 2017)
Editor: Hanifa Chairunnisa Muharroro (HMF 2017)

“The best and most beautiful things in the world cannot be seen or even touched. They must be felt with the heart” ― Helen Keller
Kutipan diatas menyajikan suatu pesan tersirat bahwa ada sesuatu yang tidak terlihat, tetapi dapat dirasakan oleh psikis yaitu emosi. Emosi, mood, dan perasaan merupakan beberapa istilah yang tidak asing dijumpai dalam keseharian. Namun, ketiganya memiliki pendalaman makna yang berbeda dan sering tertukar satu sama lain. Sebagaimana yang diterangkan oleh American Psychological Association (APA), emosi adalah pola reaksi yang kompleks dengan melibatkan unsur pengalaman, perilaku, dan fisiologis. Jadi, emosi lebih mengarah pada respon individu menghadapi masalah dan situasi. Hal ini dapat dibedakan dengan perasaan yang merupakan hasil dari emosi yang dapat dipengaruhi oleh ingatan, kepercayaan, dan faktor lainnya. Di sisi lain, keadaan emosional yang singkat dan memiliki intensitas rendah disebut suasana hati atau mood. Tidak diketahui secara jelas awal mula timbulnya mood sehingga dapat membedakannya dengan emosi secara umum.
Lalu, bagaimana dengan terminologi chaos yang kerap digunakan dalam mengekspresikan suatu hal? Adakah hubungannya dengan stres?
Chaos kerap diartikan sebagai keadaan kacau. Paul Rapp, Ph.D., seorang profesor fisiologi di Medical College of Pennsylvania menemukan bahwa otak manusia menjadi lebih aktif secara elektrik atau kacau, saat memecahkan masalah aritmatika sederhana daripada saat istirahat. Adapun fenomena chaos ini berkaitan dengan 3 ciri seperti perilaku yang tidak teratur, suasana hati yang dapat berubah drastis terhadap respon yang tidak penting, dan bisa menunjukkan pola yang dapat dideteksi. Tak luput dari itu, seorang fisikawan bernama Henri Poincare pun berpendapat bahwa chaos adalah sistem yang terlihat sederhana, mampu menghasilkan perilaku yang sangat kompleks dan membingungkan. Hal tersebut dapat dimaknai sebagai perubahan kecil di momen tertentu (diumpamakan kepakan sayap) yang dapat menyebabkan efek besar di momen lainnya (diumpamakan efek angin yang terjadi). Yup! butterfly effect.
Hidup tidak selalu berjalan semulus dan selurus jalan tol, tetapi ada banyak persimpangan, kerikil, tanjakan dan jurang dimana kita merasa kacau dalam emosi atau chaos. Keadaan emosional ini merupakan hasil dari pikiran reaktif yang cenderung membuat kita merasakan suatu penderitaan. Keadaan ini cenderung sulit diungkapkan atau bahkan tidak disadari oleh individu yang mengalaminya. Oleh karena itu, tak jarang ditemui bahwa situasi chaos berhubungan erat dengan kondisi stres.
Suatu kondisi yang membebani kapasitas adaptif seseorang sehingga memicu terjadinya perubahan biologis dan menimbulkan risiko penyakit dapat didefinisikan sebagai stres. Menurut Centers for Disease Control (CDC), sebesar 90% penyakit berkaitan dengan stres. Mungkin kita dapat lebih familiar mengartikan stres sebagai respon fisiologis tubuh dengan istilah “fight and flight”. Reaksi ketidakseimbangan psikis ini dapat dipicu oleh peningkatan sekresi sejumlah hormon seperti kortisol, katekolamin, vasopresin, hormon pertumbuhan, dan prolaktin yang mengarahkan individu untuk melakukan adaptasi, khususnya beradaptasi dalam keadaan tertekan. Stres merupakan kondisi dari respon tubuh, sangat wajar dialami pada saat emosi kita kacau.
Seorang psikolog bernama Sherrie Bourg Carter, Psy.D. mengelaborasi dampak suatu kondisi “kacau” sehingga memicu timbulnya berbagai stres:
- Merangsang pikiran yang berlebihan sehingga penginderaan kita bekerja “ekstra” pada rangsangan yang tidak terlalu penting.
- Mengalihkan perhatian dari fokus yang seharusnya.
- Membuat lebih sulit untuk rileks, baik secara fisik maupun mental.
- Kekacauan yang terus-menerus dapat memberi sinyal ke otak bahwa pekerjaan kita tidak pernah selesai.
- Menimbulkan kecemasan karena kita tidak pernah yakin apa yang harus dilakukan untuk menemukan titik permasalahannya.
- Menciptakan perasaan bersalah dan malu.
- Menghambat kreativitas dan produktivitas terkait dengan kemampuan untuk berpikir, bertukar pikiran, dan memecahkan masalah.
- Menimbulkan frustasi.
Menapaki hidup yang penuh tantangan menjadikan manusia lambat laun dituntut menjadi individu yang resilient. Permasalahan yang kian kompleks dan membutuhkan penyelesaian segera membuat seseorang harus cerdas mengelola kondisi psikologisnya. Dilansir dari alvcoaching.com, Jesse Simpson, pelatih kepemimpinan dan kehidupan di Ama La Vida ( World’s Leading Coaching Company Career, Life, Leadership & Health), memberikan sebuah kiat untuk mengatasi stres di tengah kekacauan atau chaos dengan sebutan 5A yaitu:
- Awareness
Menyadari penyebab stres dan mengakui kehadirannya adalah langkah awal yang bisa dilakukan. Sebutlah pemicu stres dan coba komunikasikan.Tahap ini membutuhkan kemauan untuk melakukan percakapan yang tidak nyaman hingga mengambil pendekatan dan perspektif baru tentang apa penyebab sebenarnya di balik ketidaknyamanan tersebut.
Contoh pertanyaan diri:
- Apa yang sering terlintas di benak saya?
- Apa yang paling saya tekankan atau apa obsesi saya saat ini?
- Apa yang perlu saya lepaskan?
2. Acceptance
Rasa ketidakadilan, kekecewaan, dan respon negatif lain dari lingkungan baik dari akibat tindakan diri atau tidak adalah hal yang wajar terjadi. Maka, cobalah perlahan untuk berani menerimanya dan lepaskanlah kenangan yang membuat kita terikat dengan respon stres.
3. Action
Jadilah pribadi yang proaktif dan segera ambil tindakan untuk mengurangi stres. Beberapa contoh aktivitas yang dapat dilakukan yakni meditasi, olahraga, jalan-jalan, atau berkumpul dengan lingkungan positif yang dapat membuat kita tenang dan merasa bersyukur atas siapa dan apa yang kita lakukan. Hal yang tak kalah penting adalah membuat prioritas. Action is the most important ingredient for the recipe of a stress free life.
4. Adjustment
Bagaimana kita mengelola stres adalah sebuah perjalanan, bukan tujuan, yang mengharuskan kita tetap sadar akan apa yang berhasil dan apa yang tidak sehingga kita dapat menyesuaikan pendekatan kita sepanjang jalan. Albert Einstein pernah berucap, “definisi kegilaan adalah melakukan hal yang sama berulang kali, mengharapkan hasil yang berbeda.” Menjalani kehidupan yang penuh stres adalah kegilaan, tetapi kita dapat menemukan teman yang fleksibel. Jika kita bertemu dengan ketidakberhasilan, segera lakukan penyesuaian.
5. Accountability
Akuntabilitas artinya memiliki pertanggungjawaban. Tanggung jawab kepada diri sendiri dan orang lain terutama yang terkait dengan pekerjaan yang sedang kita lakukan. Tanggung jawab ini juga dapat diwujudkan dalam bentuk keberanian untuk mencari bantuan. Sebagai makhluk sosial, kita tidak dapat secara efektif memenuhi tuntutan hidup sendirian — terutama jika mengelola keluarga, tim, atau membuat perubahan di suatu komunitas. Dekatkanlah diri kita dengan orang-orang yang akan meminta pertanggungjawaban dari diri kita, sehingga kita tidak serta merta hanyut dalam pengelolaan stres yang dihadapi sendirian.
Sejauh ini banyak dibahas sudut pandang negatif dari stres yang salah satunya merupakan respon negatif dari chaos. Namun, ternyata perwujudan emosi ini tidak selamanya buruk. Melalui ‘The Upside of Stress’, buku yang dikarang oleh Kelly McGonigal, dia mengungkapkan persepsi positif terhadap suatu masalah dapat mengarahkan pada stres yang baik. Stres positif ini dikenal dengan eustres. Sebagai contoh, adanya tekanan untuk segera menyelesaikan tugas dapat menyebabkan staf menjadi lebih produktif. Selain itu, patah hati dapat membuat seseorang menjadi lebih dewasa menyikapi suatu hubungan dan bentuk positif stress lainnya yaitu timbulnya motivasi diri.
So guys, hidup itu berkaitan dengan keseimbangan dan semoga kita selalu berusaha meminimalkan ketidakstabilan karena pada dasarnya chaos merupakan kondisi yang alami, tidak teratur tentunya terasa lebih mudah dibandingkan mendisiplinkan diri, termasuk dalam konteks emosi. Memang cukup sulit untuk lepas dari chaos dan stres yang datang silih berganti, namun dengan kesadaran dan penerimaan dalam diri, kita pasti mampu menjadi individu resilien dengan pengelolaan emosi yang baik.
Daftar Pustaka:
Carter, Sherrie B. 2012. Why Mess Causes Stress: 8 Reasons, 8 remedies. https://www.psychologytoday.com/us/blog/high-octane-women/201203/why-mess-causes-stress-8-reasons-8-remedies
Exploring Your Mind. 2020 Emotional Chaos: When The World Crumbles Around You. https://exploringyourmind.com/emotional-chaos-when-the-world-crumbles-around-you/
Hadi, Abdul. 2019. Mengenal Eustres: Sisi Positif Stres yang Buat Kita Lebih Produktif,. https://tirto.id/eoDY
Moffitt, Phillip. 2012 Emotional Chaos to Clarity http://dharmawisdom.org/books-phillip-moffitt/emotional-chaos-clarity
Psychology Today. 2020. Chaos Comes to Psychology. https://www.psychologytoday.com/us/articles/199305/chaos-comes-psychology
Simpson, Jesse. 2019. Managing Stress in The Midst of Chaos https://alvcoaching.com/managing-stress-in-the-midst-of-chaos/
Ranabir, Salam., K. Reetu. 2011. Stress and Hormones. Indian J Endocrinol Metab. Vol 15(1): 18–22. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3079864/
UWA. 2019 The Science of Emotion: Exploring The Basics of Emotional Psychology. https://online.uwa.edu/news/emotional-psychology/#:~:text=Defining%20Emotions&text=According%20to%20the%20American%20Psychological,situations%20they%20find%20personally%20significant.